MAKALAH
PENGERTIAN DAN PERTUMBUHAN ILMU-ILMU AL-QUR'AN
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
ULUMUL QUR'AN
Dosen Pengampu :
IBROHIM MUCHLIS, S.Th.I, M.Ag
Disusun Oleh :
Qurrotul Ainun Nafisah
Ilham Nurul Bayan
Khofifah
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH “AL-IBROHIMY”
GALIS BANGKALAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini,
marilah kita mengenal lebih jauh mengenai pengertian dan ruang lingkup
pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat.
Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar
hukum yang mencakup segala hal.
Didalam
Al-Qur’an surat AN-NAHL Ayat:89 yang
artinya:
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu
Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).[1]
Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas
pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui
hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan
isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang
mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang
yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan
terjemahannya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri
banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat
mengetahui/memahami isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari
bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu ‘Ulumul Qur’an dan juga terdapat
faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam
supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.
B.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa
pengertian ‘Ulumul Qur’an ?
2.
Bagaimana
perkembangan ‘Ulumul Qur’an ?
3.
Apa ruang
lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian ‘Ulumul Qur’an.
2.
Untuk
mengetahui perkembangan ‘Ulumul Qur’an.
3.
Untuk
mengetahui ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an
1. Arti Kata ‘Ulum
Secara
etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu.[2] Kata ulum
yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2. Arti Kata Qur’an
Menurut
bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang
maknanya sama dengan kata “qira’ah”
yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya membaca.
Menurut
istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah
Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan
yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya
mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai
surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah
ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an.[3]
3. Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah,
para ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.
Diantaranya sebagai berikut:
1)
Al-Zarqani merumuskan pengertian
Ulumul Qur’an sebagai: beberapa pembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya,
urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya, dan sebagainya.[4]
2)
Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie ‘Ulumul
Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi
nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan menafsirkannya,
I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[5]
Dari definisi diatas masing-masing
menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting. Objek
pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:
1. Aspek
pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya dan
yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2. Meskipun ke
duanya tidak membataskan pembahasannya pada aspek-aspek yang ditampilkan, namun
defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab, defenisi
pertama diawali dengan kata Mabaahitsu yang
merupakan bentuk jama’ yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit
penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an
sebagai bagian dari pembahasannya. Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3. Pada
perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke
duanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat,
penafsiran dan kemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara
itu, dalam defenisi ke dua semua itu tidak disebutkan.[6]
Dengan
melihat persamaan dan perbedaan antara ketiga defenisi di
atas dapat diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan
defenisi ke dua. Dengan demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap
ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selalu berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian
sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an.
Penjelasan-penjelasan
di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam defenisi Ulumul Qur’an.
Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua,
pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya
sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan
petunjuk hidup bagi manusia.
B. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu
yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak lahir
sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma
menjadi suatu cabang disiplin ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi yang membuatnya sebagai cabang ilmu yang penting untuk
memahami kitab suci Al Qur’an. Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya
cabang ilmu ini.
a. Masa Sebelum
Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat,
Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan
tertulis. Para sahabat adalah orang Arab
asli yang dapat merasakan struktur bahasa
Arab yang tinggi dan memahami apa yang
diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada
Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:
Dan mereka
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S
Al-An’am: 82). Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya
(menzalimi) dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik
berdasarkan ayat: (sesungguhnya
Syirik itu kezaliman yang besar ( Q.S Luqman:13).[7]
Larangan
tersebut dikeluarkan, disamping karena dikhawatirkan terjadi kejumbuhan antara
al-quran dengan lainya, juga di khawatirkan tercampurnya al-quran dengan yang
bukan al-quran, selama al-quran itu masih turun.
Ringkasnya
sahabat dahulu tidak/belum membutuhkan pembukuan ulumul quran itu adalah karena
hal-hal sebagai berikut:
a) Mereka terdiri dari orang-orang
arab murni yang memiliki keistimewaan antara lain:
· Mempunyai daya hafalan yang kuat
· Memiliki kecerdasan yang tinggi
· Mempunyai daya tangkap yang
sangat tajam
· Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik
prosa, puisi, maupun sajak.
b) Kebanyakan dari mereka terdiri
dari orang-orang ummi. (tidak pandai membaca dan menulis) tetapi cerdas.
c) Ketika mereka mengalami kesulita,
langsung bertanya kepada rasulullah SAW.
d) Waktu dulu belum ada alat-alat
tulis yang memadai.
b.
Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman khalifah usman Bin Affan
wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab
dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan ini menimbulkan
kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perpecahan di kalangan
muslimin tentang bacaan Al-Qur’an,
selama mereka tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar bagi
bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang
disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman
telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an atau Ilmu al- Rasm al- Utsman, yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam ulumul quran.[9]
Di masa Ali terjadi perkembangan
baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari
bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan
Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad
al-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk
memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran
pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu
nahwu dan I’rab al-Qur’an.[10]
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan
para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada
penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang
sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah
khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa
al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari
kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri,
Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari
generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama
bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban
al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh,
ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an
memasuki masa pembukuan. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka
kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘ulum al-Qur’aniah ( induk
ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn
al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.
Pada abad ke-3 terkenal seorang
tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya
atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab
dan istinbath ( penggalian hukum dari
al-Qur’an). Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan
mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.
Berikut ini dapat kita lihat karya
ulama pada abad ke -3, yaitu:
1) Kitab Asbab
al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini
2) Kitab nasikh
dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid al-Qasim
Ibn Salam.
3) Kitab fahm Al-Qur’an wa Ma’anihi karya Al-Haris bin AsadAl-Muhasabi.
4) Kitab Al-Hawi fi Ulumul Qur’an karya Muhammad
bin Khalaf bin Al-Marzaban.
5) Kitab
tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al Dharis.
6) Dalam bidang tafsir ditulis pula
buku Al-Jami’ Al-Bayan yang dianggap buku tafsir monumental (ajjal at-tafsir). Karangan Ibnu Jarir
Ath-Thabrani .[11]
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an.
Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
1. Abu Bakar
Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib
Ulumul Qur’an. Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf,
penulisan mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
2. Abu al-Hasan
al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an.
3. Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya
Gharib al-Qur’an.
Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta
karyanya adalah:
1. Ali Ibn
Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab
Al-Qur’an.
2. Abu Amr al-
Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath.
Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman
al-Suahaili mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal
Al-Qur’an yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab
Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib al-Qur’an dan kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq
bi al-Qur’an.[14]
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz
mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang tentang
Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd
al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi, menlis kitab Al- Mursyid al- Wajiz fi ma
Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.
Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang
Al-Qur’an, seperti berikut ini:
1. Ibn Abi al-
Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an. Ilmu ini
membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2. Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul
Qur’an.
3. Najamuddin al-Thufi,
menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti yang
dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hokum.
4. Abu Hasan
al-Mawardi menyusun ilmu amstal al-Qur’an.
5. Badruddin
al-Zarkasyi, kitanya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.[15]
Pada abad ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu
Qur’an, yaitu:
1. Jalaluddin
al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut
Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan
Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu
Al-Qur’an.
2. Muhammad Ibn
Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya
diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan
dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Jalaluddin
al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102
macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai
kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau
menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini
terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al-
Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam
ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang
memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak
wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.[16]
Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke -15, perhatian ulama terhadap
penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan
dengan kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.diantara
Ulama yang menulis tentang Ulumul Qur’an ialah:
1. Syeikh
Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li
Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-Qur’an.
2. Muhammad
Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil.
3. Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani,
kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum
Al-Qur’an.
4. Musthafa
Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an.
5. Sayyid
Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi
Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an.
6. Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar.
7. Shubhi
al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum
Al-Qur’an.
8. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an.
9. Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan,
kitabnya Pengantar ilmu Tafsir.
10.
M. Quraish Shihab, kitabnya
membumikan Al-Qur’an.[17]
Adapun mengenai kapan lahirnya
istilah Ulumul Quran yang mudawwam atau yang telah sistematis, ada beberapa
pendapat para ulama, diantaranya sebagai berikut;
a) Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam
bukunya Mabaahits fi Ulumul Qur’an mangatakan,
istilah ulumul quran sudah mulai ada dari abad ke-3 H. Sebab, paling lambat
pada akhir abad ke-3 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Hawi fi ‘Ulumil Qur’an yang ditulis Imam Ibnu Marzuban (W 309
H). Yang jelas, dalam buku tersebut sudah menggunakan istilah Ulumul Quran,
sehingga sudah barang tentu telah lahir pula istilah Ulumul Quran tersebut.
b) Syekh Abdul ‘Adhim Az-Zarqani
dalam kitabnya Manaahilal ‘Irfan mengatakan,
bahwa istilah ulumul quran itu sudah ada sejak abad ke-5 H. Sebab pada abad
ke-5 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan
fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari dari 30 juz. Karena itu, sejak abad
ke-5 H itu banyak orang yang mendengar istilah Ulumul Qur’an.
c) Jumhur ulama dan para ahli
sejarah Ulumul Quran berpendirian, istilah Ulumul Quran yang mudawwam itu ada
pada abad ke-7 H. Sebab, baru pada akhir abad ke-7 mulai ada kitab-kitab yang
memakai istilah Ulumul Quran, diantaranya yaitu: kitab fununul afnan fi ‘Ulumul Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘ulumin tata’allaqu bil qur’an yang ditulis oleh Abul Fajar Ibnu Jauzi (W 597
H). Dengan demikian, sejak awal abad ke-7 H itulah istilah Ulumul Quran itu
sudah tersiar luas, karena kitab-kitab tersebut sudah menyebar dan banyak
dibaca orang.[18]
C.
Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat luasnya ruang lingkup
kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang
tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu
mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al
Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung
makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada
jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap
kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak
terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak
terhitung.
Firman
Allah :
“Katakanlah:
Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S.
Al-Kahfi :109).[19]
Namun
demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu
kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:
Pertama,
persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat
turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al
quran.[20]
Kedua,
persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya
dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga,
persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof (cara
berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan),
takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang
sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang
ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora),
musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim),
isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu
ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang
dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang
dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq
(makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan
pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam
(kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh
(menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor (
dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul
(diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam,
persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl
(berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[21]
D. Cabang – Cabang (Pokok Bahasan) ‘Ulumul Al-Qur’an
Menurut T.M Ash-shiddieqy, ada tujuh belas
ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpokok.[22]
1)
Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini
menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2)
Ilmu tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini
menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan
sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
3)
Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini
menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
4)
Ilmu Qiraat
Ilmu ini
menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW.
Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5)
Ilmu Tajwid
Ilmu ini
menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana
tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6)
Ilmu Gharib Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus
bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu
ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7)
Ilmu I’rab Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8)
Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini
menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan
makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9)
Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih
Ilmu ini
menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang
mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
10) Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh
sebagian mufassir.
11) Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu ini
bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan,
keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12) Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat
membungkam para sastrawan Arab.
13) Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan
dan yang dibelakangnya.
14) Ilmu Aqsam Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15) Ilmu Amtsal Al-Qur’an
Ilmu ini
menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
16) Ilmu Jidal Al-Qur’an
Ilmu ini
membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang
dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari
Tuhan.
17) Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an
Ilmu ini
memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas segala
hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan kepada
Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam.
Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih
kesuksesan di dunia dan akhirat.
Pertumbuhan
dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
Walaupun pada masa nabi hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab sahabat
merasa cukup meminta penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami.
Namun hal ini berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang
‘Ajam (non Arab) yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam
membaca dan memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin
Al-Qur’an kembali dari Salinan Al-Qur’an
yang pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini
disusul dengan berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali
berbagai ilmu dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada
abad ke-2 H ‘Ulumul Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah
ditulis tersebut semakin meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an.
Imam As-Suyuthi adalah salah satu Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena
kitabnya menjadi pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
B. Saran-Saran
Demikianlah
tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya
tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam
memiliki khazanah
keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan
merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi
seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat
dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari
para pembaca, khususnya dari Dewan Guru yang telah membimbing kami dan para
Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000
Cet.II
Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I Bandung: Pustaka
Setia, 1997 cet. I
Al-Quran dan Terjemahannya Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2005 cet. X
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Syamil
Cipta Media, 2004
M.Yusuf, Studi Al-Quran Jakarta: Amzah, 2009
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil
al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1988
Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1988
Ramli Abdul Wahid, Ulumul
Qur’an, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002 Cet. IV
Rosihan Anwar, ‘Ulumul Qur’an Bandung: Pustaka Setia, 2007
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu
Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1993
[4]
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, (
Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hal. 27
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta:
PT. Syamil Cipta Media, 2004), hal.138
[8]
Abdul
Djalal, Ulumul Quran, (Surabaya:
Dunia Ilmu, 2000) Cet.2, Hal.28
[9]
M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6
[10]
Ibid
[11]
Ibid
[13]
Ibid
[14]
Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), hal. 221
[16]
Ramli
Abdul Wahid, Op. Cit. Hal.20
[18]
Abdul
Djalal, op, cit. hal. 39
[21]
Syadili,ahmad.
Op, cit. hal. 18.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar