Kamis, 01 November 2018

QURBAN


A.    QURBAN
1.    Pengertian dan Hukum Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab  yang diambil dari kata : qaruba – yaqrabu – qurban wa qurbaanan. Artinya, dekat” atau “mendekatkan diri”, mendekati atau menghampiri. Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.[1]
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00. Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, artinya sunnah yang sangat dianjurkan bagi orang yang sudah mampu. Sebagaimana firman Allah swt 
 “Sesungguhnya Kami telah memberi kepadanya nikmat yang banyak.Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu,dan berkurbanlah.”(Al-Kausar:1-2)

 “Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Dan Dalam hadits dinyatakan,dari Abu Hurairah r.a. berkata,bahwasanya Rasulullah Saw.  bersabda :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَه, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, لَكِنْ رَجَّحَ اَلْأَئِمَّةُ غَيْرُهُ وَقْفَه ُ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mempunyai kemudahan untuk berkurban, namun ia belum berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat sholat kami." Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Hadits mauquf menurut para imam hadits selainnya.[2]

2.   Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:
a.      Pertama, wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408) Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
b.      Pendapat kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.”[3]
Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.”[4]
3.   Hukum Daging Qurban (makan)
a.       Qurban Sunah
Setiap orang yang berkurban, dianjurkan untuk makan daging kurbannya. Sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Alquran:
Artinya : Dan Telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan Telah terikat). Kemudian apabila Telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami Telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.
Ulama sepakat, ayat ini berlaku untuk lurban atau hadyu yang sunah.
b.      Qurban Nadzar
Kurban karena nadzar, termasuk kurban yang hukumnya wajib. Ulama berbeda pendapat tentang hukum makan daging kurban wajib, bagi shohibul kurban (pelaku qurban).
1)      Pemilik kurban nadzar tidak boleh ikut memakannya, dan wajib dia serahkan seluruhnya kepada orang lain. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan mayoritas Madzhab Hanbali.
An-Nawawi mengatakan:
فرع في مذاهب العلماء في الاكل من الضحية والهدية الواجبين. قد ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز الاكل منهما سواء كان جبرانا أو منذورا وكذا قال الاوزاعي وداود الظاهري لا يجوز الاكل من الواجب
(pasal) tentang pendapat para ulama mengenai hukum makan hewan qurban atau hadyu yang wajib. Telah kami tegaskan bahwa madzhab kami berpendapat, tidak boleh makan kurban dan hadyu yang wajib, baik karena memaksa diri sendiri atau karena nadzar. Demikian yang menjadi pendapat Al-Auza’i, Daud Ad-Dzahiri, tidak boleh akan qurban wajib.[5]
Dalam Fatawa ar-Ramli –ulama Madzhab Syafiiyah– beliau ditanya tentang orang yang menentukan, bahwa kambing X miliknya akan dikurbankan. Bolehkan pemiliknya makan?
Beliau menjawab:
بأن الشاة المذكورة تصير بلفظه المذكور أضحية, وقد زال ملكه عنها فيحرم عليه أكله من الأضحية الواجبة
Kambing yang disebutkan di pertanyaan di atas, statusnya menjadi kambing kurban disebabkan ucapan pemiliknya (menegaskan bahwa itu untuk qurban). Sehingga kepemilikan dia telah hilang. Karena itu, haram baginya untuk makan daging qurban wajib.[6]
Sementara Ibnu Qudamah mengatakan:
وَإِنْ نَذَرَ أُضْحِيَّةً فِي ذِمَّتِهِ ثُمَّ ذَبَحَهَا، فَلَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا.وَقَالَ الْقَاضِي: مِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ مَنَعَ الْأَكْلَ مِنْهَا.وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ
Jika ada orang yang nadzar untuk qurban, kemudian dia menyembelih qurban, maka dia boleh memakannya. Sementara al-Qodhi Abu Ya’la menaagatakan: Diantara ulama madzhab kami (Hanbali) ada yang melarang memakannya, dan itu yang nampak dari perkataan Imam Ahmad.[7]
2)      Shohibul kurban boleh memakannya. Ini adalah pendapat Madzhab Maliki dan sebagian ulama hambali
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan:
أمّا إذا وجبت الأضحيّة ففي حكم الأكل منها اختلاف الفقهاء  وَوُجُوبُهَا يَكُونُ بِالنَّذْرِ أَوْ بِالتَّعْيِينِ …. فعند المالكيّة ، والأصحّ عند الحنابلة، أنّ له أن يأكل منها ويطعم غيره
“Untuk kurban wajib, ada perselisihan ulama tentang hukum memakannya. Dimana qurban menjadi wajib disebabkan nadzar atau dengan penunjukan (misal: kambing X untuk kurban tahun ini)… menurut madzhab Maliki dan pendapat yang kuat dalam amdzhab hambali, shohibul qurban boleh memakannya, dan mensedekahkan kepada orang lain.[8]

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, terdapat kesimpulan :
ومن هنا يعلم الأخ السائل أن حكم الأكل من الأضحية التي وجبت بالنذر أو التعيين محل خلاف بين الفقهاء، والأحوط ترك الأكل منها
Dari sini, anda bisa menyimpulkan bahwa hukum makan daging qurban wajib karena nadzar maupun penunjukkan, termasuk masalah yang diperselisihkan ulama. Yang lebih hati-hati, tidak ikut memakannya.[9]
4.   Ketentuan Hewan Qurban
Yang dimaksud dengan hewan qurban tersebut adalah binatang ternak yang dipelihara dan dikomsumsi dagingnya, misalnya unta, sapi, kerbau, kambing, atau domba. Binatang yang sah untuk menjadi qurban, ialah yang tidak mempunyai cacat seperti ; pincang, sangat kurus, sakit, terpotong telinganya, dll.[10] Dikatakan syah, jika binatang tersebut memenuhi syarat-syarat binatang/hewan yang telah ditetap kan syariat.[11] Adapun syarat-syarat binatang/hewan untuk dijadikan qurban adalah :
a.       Cukup umurnya
b.      Domba sekurang-kurangnya berumur satu tahun;
c.       Kambing, sekurang-kurangnya berumur dua tahun;
d.      Unta sekurang-kurangnya berumur empat tahun dan masuk tahun kelima;
e.       Sapi, sekurang-kurangnya berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً, إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ اَلضَّأْنِ )  رَوَاهُ مُسْلِم

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jangan menyembelih kecuali hewan yang umurnya masuk tahun ketiga. Bila engkau sulit mendapatkannya, sembelihlah kambing yang umurnya masuk tahun kelima." Riwayat Muslim.
·         Tidak cacat , Tidak sakit, Tidak pincang, Tidak buta, Tidak kurus, Tidak putus telinga atau tanduknya[12]. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :

وَعَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ( أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَ وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِيرَوَاهُ اَلْخَمْسَة ُ وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان

Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi dna Ibnu Hibban
·         Waktu penyembelihan Qurban
Waktu penyembelihannya ialah sesudah shalat ‘Idul Adha, dan akhir waktunya ialah ‘Ashar hari tasyriq, yakni sejak tanggal 10 Dzulhijah hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijah.

وَعَنْ جُنْدُبِ بْنِ سُفْيَانَ رضي الله عنه قَالَ: ( شَهِدْتُ اَلْأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ بِالنَّاسِ, نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ, فَقَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ اَلصَّلَاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اَللَّهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

Jundab Ibnu Sufyan Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mengalami hari raya Adlha bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Setelah beliau selesai sholat bersama orang-orang, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda: "Barangsiapa menyembelih sebelum sholat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama Allah." Muttafaq Alaihi.


5.   Sunnah-sunnah waktu menyembelih Qurban
Disunnahkan sewaktu menyembelih korban beberapa perkara berikut ini :
a.       Membaca “Bismillah Wallahu Akbar” dan Shalawat atas Nabi s.a.w.
b.      Orang yang berkurban sendiri disunnatkan menyembelihnya, dan jika ia  wakil menyembelihkannya, maka disunnatkan ia hadir ketika menyembelih.
c.       Berdoa supaya kurban diterima Allah.
                         Sunnat membaca do’a :
بِسْمِ اَللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ مُحَمَّدٍ )
"Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya." Kemudian beliau berkurban dengannya.”
d.      Binatang yang disembelih disunnatkan dihadapkan ke kiblat.[13]

6.   Hikmah Qurban
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.[14]
Ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil dari disyariatkannya qurban, antara lain :
a.       Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
b.      Sebagai rasa syukur pada Allah Swt. atas karunia yang dilimpahkan pada dirinya.
c.       Menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lainyang kurang mampu.
d.      Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban melibatkan seluruh lapisan masyarakat.[15]

B.     AQIQAH
1.      Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah selalu diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan (sekurangnya seekor kambing).[16] Menurut istilah syara’ artinya menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.[17]
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat diambil titik tengah sebagai berikut:
a.       Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru atau kelahiran baru.
b.      Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan, memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
c.       Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas atau perak ataupun berupa makanan.[18]
d.      Dasar Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit, “Aqiqah dilakukan Rasulullah dan Sahabat”. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah sepantasnya dirayakan dengan diselamati sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan kekayaan diantara umat islam menjadikan aqiqah sulit dilaksanakan apibila hukumnya wajib bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan dengan penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran  (amar-linnadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang sama sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa atau hutang baginya untuk membayarnya dimasa tua atau setelah kaya nanti. Akan tetapi dalam pandangan lain terdapat di dalam hadis Rasulullah yang berbunyi:

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْـنَـةٌ بِـعَـقِـيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَـنْـهُ يَـوْمَ سَابِـعِـهِ وَيُـسَـمَّى فِيْـهِ وَيُـحْلَـقُ رَأْسُـهُ

“Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan pada hari itu ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).[19]
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah itu wajib dan bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah tua dia sendiri wajib mengeluarkan aqiqahnya.
Menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan). Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat kurban telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan hewan yang dilakukan sebelumnya”.[20]

2.      Ketentuan Hewan Aqiqah
Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah.[21] Sedangkan syarat-syarat hewan yang dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan kurban, baik dari segi jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
a.       Tidak cacat.
b.      Tidak berpenyakit.
c.       Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
d.      Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.[22]
Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw dalam aqiah saat itu bukanlah inti drii aqiqah itu sendiri, sehingga andaikan diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan melainkan sekedar nasi dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah disebut aqiqah.[23]

3.      Pelaksanaan Aqiqah
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-laki beliau, masing-masing dengan seekor kambing.
(ا (رواه أبو داودعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشً

Artinya:  “Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing (HR Abu Daud dengan riwayat yang shahih).”[24]
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing.[25] Sabda Rasulullah SAW:
 عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَاَلَ : قَاَلَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ عَنِ
وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ . (رواه احمد وابو داود والنسائى)

Artinya : ” Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu ingin beribadat tentang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing .HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai.

Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini hanya berlaku untuk orang yang mampu melaksanakannya, karena tidak semua orang untuk mengaqiqahi bayi laki-laki dengan dua kambing. Ini termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) yang menghimpun berbagai dalil.[26]
Menurut banyak ulama’ aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil, namun sebagian ulama lain menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan setelah seseorang itu dewasa.[27] Penyembelihan hewan aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 atau hari ke-14 dan jika tidak bisa maka kapan saja.
Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyembelihan aqiqah yang paling baik ialah dilakukan pada hari ke-7 dari hari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang belum  diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Perbuatan-perbuatan yang baik dilakukan pada waktu anak baru lahir, antara lain:
a.       Mengadzankan dan mengiqamatkan
Disunatkan mengazankan anak laki-laki dan mengiqomatkan anak perempuan yang baru lahir, sehingga kata-kata yang pertama kali dienegar oleh seorang anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang baik.
b.      Memberi nama
Rasulullah menganjurkan agar orang tua segera memberi nama anaknya yang baru lahir. Para ulama sepakat bahwa perkataan yang dijadikan nama anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang mempunyai arti yang baik seperti Abdullah. Dan haram hukumnya memberi nama anak dengan perkataan yang mengandung unsur atau arti syirik, seperti abdul uzza, abdul ka’bah dan sebagainya.
c.       Mencukur rambut
Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-kurangnya menggunting tiga helai rambut. Biasanya dilakukan waktu mengaqiqahkannya dan waktu memberi nama. Menurut imam malik, disamping mencukur rambut rambut sunat pula hukumnya besedekah, sekurang-kurangnya seharga perak seberat rambut yang dipotong itu.[28]
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi, yaitu:
1)      Diawali dengan membaca basmallah.
2)      Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
3)      Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang tersisa.
4)      Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan nilai emas atau perak kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.[29]

4.      Tata cara pembagian daging aqiqah.
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada beberapa perbedaan dalam aqiqah diantaranya:
a.       Disunnahkan memasak daging sembelihan aqiqah dan tidak memberikannya dalam keadaan mentah. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Tuhfatul Maudud, yang  berbunyi: “ memasak daging aqiqah termasuk sunnah.” [30]
b.      Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan menyedekahkan masing-masing sebanyak sepertiga dari daging seperti hewan qurban

5.      ORANG YANG AQIQAH BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI MAKAN, DAN MENGHADIAHKAN DAGING SEMBELIHANNYA, TETAPI YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya,[31] berkata : “Karena tidak ada dalil dari Rasulullah tentang cara penggunaan atau pembagian dagingnya maka kita kembali ke hokum asal, yaitu seseorang yang melaksanakan aqiqah boleh memakannya, memberi makan dengannya, bersedekah dengannya kepada orang fakir miskin atau menghadiahkannya kepada teman-teman atau karib kerabat. Akan tetapi lebih utama kalau diamalkan semuanya, karena dengan demikian akan membuat senang teman-temannya yang ikut menikmati daging tersebut, berbuat baik kepada fakir miskin, dan akan memuat saling cinta antar sesama teman. Kita memohon taufiq dan kebenaran kepada Allah Ta'ala”.[32]




BAB III
Penutup

Kesimpulan
Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah pada hari raya Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13 Dzulhijjah. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan unta.
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat menikmati daging hewan qurban.
Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak, sesuai dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yanag terdapat dalam pembahasan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya, dan kususnya bagi para pembaca. Apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun pemaparannya, kami selaku pemakalah mohon maaf. Tidak lupa kami mengharapka kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat dijadikan bahan perbaikan makalah yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA


Al-Asqalani, Ibnu Hajar,  Bulughul Maram, (Beirut: Maktabah Tajariyatil Kubro)
Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2011).
Bakry, Hasbullah, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1988).
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Fiqih, (Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983).
Idris, Abdul Fatah, Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).
Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Abu, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta: Litera Sunny, 1997).
Saleh, Hasan, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).
Ulama’I, A. Hasan Asy’ari, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing, 2010).
Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama, 2008.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010.
Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991.





[1] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama, 2008, hal 13
[2] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010, hal 50
[3] Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)
[4] Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120
[5] al-Majmu’, 8:418
[6] Fatawa ar-Ramli, 4:69
[7] al-Mughni, :/444
[8] al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 6/115
[9] Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103330
[10] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 448
[11] Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010, hal 54
[12] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama, 2008, hal 15-16 lihat juga di Sulaiman Rasjid, fiqih Islam, hal : 448, 
[13] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta : Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954, hal 450
[14] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih untuk Kelas IX untuk MTs dan SMP Islam, Jakarta : Arafah Mitra Utama, 2008, hal 18
[15] Moh Rifa’i,Fiqih untuk Madrasah Aliyah, Semarang : PT Wicaksana, 1991, hal : 180
[16] Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1988), hlm. 263
[17] Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1988), hlm. 263
[18] Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 317
[19] A. Hasan Asy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing, 2010), hlm. 19
[21] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 259.
[23] A. Hasan Asy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing, 2010), hlm. 109
[24] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Maktabah Tajariyatil Kubro), hlm. 309
[25] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Fiqih, (Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983), hlm. 500-501
[26] Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta: Litera Sunny, 1997), hlm. 31
[27] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 260-261
[28] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Fiqih, hlm. 502
[30] Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), hlm.47
[31] “Tuhfathul Maudud” hal.48-49
[32] “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOVEL "JERUK MAKAN JERUK "

Pagi duniaku, Suasana pagi yang sejuk bagi seorang pemuda yang mencoba menjadi seorang pendidik di sebuah lembaga MTs dipedalaman desa...