BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas pokok filsafat
pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan
yang hendak dicapai harus direncanakan (diprogramkan) dalam kurikulum. Antara
tujuan dan program harus ada kesesuaian dan keseimbangan. Tujuan pendidikan
yang hendak dicapai harus tergambar di dalam program yang tertuang di dalam
kurikulum, bahkan program itulah yang mencerminkan arah dan tujuan yang
diinginkan dalam proses kependidikan. Kurikulum merupakan faktor yang sangat
penting dalam proses kependidikan Islam. Segala hal yang harus diketahui atau
diresapi serta dihayati oleh peserta didik, harus ditetapkan dalam kurikulum.
Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik, harus
dijabarkan ke dalam kurikulum.[[1]]
Dengan demikian, dalam kurikulum
tergambar jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi
dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik.
Jadi, kurikulum menggambarkan kegiatan belajar-mengajar dalam suatu lembaga
kependidikan. Di dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu
pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik, dan
peserta didik mempelajarinya, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat
kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh terhadap peserta
didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan, mempunyai kedudukansentral, menentukan kegiatan dan hasil
pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kuriklum yang lemah akan menghasilkan
manusia yang lemah pula.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kurikulum dalam
Pendidikan Islam?
2. Apa saja cakupan, asas-asas dan
ciri-ciri kurikulum dalam Pendidikan Islam?
3. Apa saja prinsip-prinsip kurikulum dalam
Pendidikan Islam
4. Apa tantangan kurikulm Pendidikan Islam
dalam menghadapi perkembangan zaman?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kata Kurikulum berasal dari bahasa
Yunani yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari muali dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab,
istilah kurikulum diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau
jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks
pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru
dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
serta nilai-nilai[[2]].
Pengertian kurikulum yang diungkapkan oleh para ahli ternyata sangat beragam,
tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik kesimulan, bahwa di satu pihak
ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak
lebih menekankan pada proses atau pengelaman belajar.
Pengertian lama tentang kurikulum lebih
menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata
pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh
suatu lembaga pendidikan, terbatas pada pengetahuan-pengetahuan yang
dikemukakan oleh guru atau sekolah atau institusi pendidikan lainnya dalam
bentuk mata pelajaran-mata pelajaran yang dikaji begitu lama oleh peserta didik
dalam tiap tahap pendidikannya[[3]].
Demikian pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas No. 2/1989. Sedangkan
definisi yang dikemukakan oleh Kamil dan Sarhan menekankan pada sejumlah
pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olah raga, seni yang disediakan oleh
sekolah bagi para peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah, dengan maksud
mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah
tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan[[4]].Dan
juga definisi kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20/2003 dikembangkan ke arah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu[[5]].
Berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang
digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan
yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,ketrampilan dan sikap
mental. Ini berarti bahwa proses Pendidikan Islam bukanlah suatu proses
yang dapat dilakukan secara serampangan, akan tetapi hendaknya mengacu pada
konseptualisasi manusia paripurna, baik sebagai khalifah maupun ‘abd, melalui
transformasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang harus
tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Disinilah filsafat pendidikan Islam
dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat pengetahuan, ketrampilan
dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia
paripurna ( al- insan al-kamil).
B. Cakupan, Asas-asas, dan Ciri-ciri
Kurikulum dalam Pendidikan Islam
1. Cakupan Kurikulum Pendidikan Islam
Cakupan bahan pengajaran yang terdapat
dalam kurikulum pada masa sekarang nampak semakin luas. Berdasarkan
perkembangan pada saat sekarang ini, maka para perancang kurikulum
memasukan cakupan meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar. Kedua, bagian
yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan
pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang
isinya berupa mata pelajaran dalam silabus. Ketiga, bagian berisi metode
penyampaian atau cara menyampaikan mata pelajaran tersebut. Keempat, bagian
yang berisi metode penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran tersebut[[6]].Kesemuaannya
harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan
dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas
pembentukan kurikulum pendidikan.
2. Asas-asas Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu kurikulum pendidikan, termasuk
pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa komponen utama seperti tujuan,
isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode penilaian. Kesemuaannya harus
tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam
pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentukan
kuriulum pendidikan. Asas-asa umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum
dalam pendidikan Islam adalah:
a. Asas Agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat
Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakan dasar falsafah, tujuan,
dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah, ibadah dan muamalah.
Hal ini bermakna bahwa itu semua pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber
utama syariat Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sementara sumber lainnya
sering dikategorikan sebagai metode seperti ijma, qiyas dan ihtisan.
Pembentukan kurikulum pendiidkan Islam harus diletakan pada apa yang telah
digariskan oleh dua sumber tersebut dalam rangka menciptakan mausia
yang bertaqwa sebagai ‘abd dan khalifah dimuka bumi.
b. Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas
tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum
pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai
sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah
ini membawa konsekwensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan Islam harus beranjak
dari konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi yang digali dari pemikiran
manusia muslim, yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai asasi
ajaran Islam.
c. Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum
pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan
pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan
Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap
kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial,
kebutuhan dan minat, kecakapan dan perbedaan individual dan aspek lainnya yang
berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
d. Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam
harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian
ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal
terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai mahluk sosial harus
mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar
out-put yang dihasilkan menjadi manusia yang mampu mengambil peran dalam
masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya[[7]].
Keempat asas tersebut di atas harus
dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu
ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri
sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat
membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan
dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan,
pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan kepribadiannya sebagai individu
dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
3. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany
menyebutkan lima ciri kurikulum Pendidikan Islam. Kelima ciri tersebut secara
ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada
berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan
tekniknya bercorak agama.
b. Cakupannya luas dan menyeluruh
kandungannya, yaitu kurikulum yang benar-benar mencerminkan semangat, pemikiran
dan ajaran yang menyeluruh. Di samping itu ia juga luas dalam perhatiannya. Ia
memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual.
c. Bersikap seimbang di antara berbagai
ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Selain itu juga
seimbang antara pengetahuan yang berguna bagi pengembangan individual dan
pengembangan sosial.
d. Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh
mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.
e. Kurikulum yang disusun selalu
disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.[[8]]
C. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Secara prinsipil kurikulum pendidikan Islam
tak terlepas dari keterkaitannya dengan dasar-dasar dan tujuan falsafat
pendidikan Islam itu sendiri. Beberapa bagian materi kurikulum dapat saja
dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman dan lingkungan manusia, tetapi
keterikatan hubungannya dengan hakikat kejadian manusia sebagai khalifah dan
pengabdi Allah yang setia, tidak dapat dilepaskan sama sekali. Secara garis
besarnya dalam kurikulum pendidikan Islam harus terlihat adanya unsur-unsur;
(1) Ketauhidan; (2) Keagamaan; (3) Pengembangan potensi manusia sebagai
khalifah Allah; (4) Pengembangan hubungan antar manusia; dan (5) Pengembangan
diri sebagai individu[[9]].
Kurikulum Pendidikan Islam memiliki
beberapa prinsip yang harus ditegaskan. Al-Syaibany dalam hal ini menyebutkan
tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1. Prinsip pertautan yang sempurna dengan
agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam
kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan
dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak Islam. Yakni harus terisi
dengan jiwa agama Islam, keutamaan, cita-cita, dan kemauannya yang baik sesuai
dengan ajaran Islam.
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina
akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat
dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik termasuk
ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni rupa,
dan sebagainya.
3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara
tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
4. Prinsip perkaitan antara bakat, minat,
kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan belajar. Begitu juga dengan alam sekitar
baik yang bersifat fisik maupun sosial dimana pelajar itu hidup dan
berinteraksi.
5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan
individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.
6. Prinsip menerima perkembangan dan
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
7. Prinsip keterkaitan antara berbagai mata
pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam
kurikulum[[10]].
D. Kurikulum Pendidikan Islam dalam
Menghadapi Tantangan Zaman
Di dalam era millenium baru ini, efek
negatif dari globalisasi dan krisis lingkungan hidup harus dihadapi oleh
agama yang notebene selalu mendidik ke arah perdamaian, keadilan, dan
kesejahteraan hidup. Itu pula yang dihadapi oleh Pendidikan Islam sekarang dan
yang akn datang. Padahal persoalan internal Pendidikan Islam sendiri, baik
secara kelembagaan maupun keilmuan, masih menghadapi persoalan-persoalan klasik
yang belum terpecahkan sampai sekarang, dari persoalan managemen, ketenagaan,
sumber dana, sampai ke masalah infrastruktur dan kurikulum[[11]].
Dari kenyataan di atas menyebabkan
kualitas Pendidikan Islam sangat rendah. Di sisi lain hal tersebut
mengakibatkan para pengelola Pendidikan Islam tidak lagi sempat dan mampu
mengantisipasi adanya tantangan globalisasi yang sudah begitu jelas menghadang
di hadapannya. Lebih lanjut lagi menurut Amin Abdullah bahwa Pendidikan Islam
masih selalu bergerak dengan perspektif “inward looking” (berorientasi ke
dalam), tidak banyak upaya pengembangan ke luar karena masih sibuk mengurusi
diri sendiri sehingga menyebabkan terjadinya stagnasi. Dalam menghadapi
perkembangan global, Pedidikan Islam harus mulai membuka diri dengan
menggunakan perspektif “outward looking”, yakni memahami apa yang terjadi
dan berkembang di dunia global untuk kemudian mengantisipasinya dengan
perbaikan-perbaikan ke dalam[[12]].
Dampak negatif yang turut menyertai
globalisasi terhadap Pendidikan Islam di antaranya, krisis moral. Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, dan lain-lain. Hal ini akan berimbas
pada perbuatan negatif
generasi muda seperti tawuran,
pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak
punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
Yang ke dua dampak negatif
dari era globalisasi adalah krisis kepribadian. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di suatu negara yang
menyuguhkan kemudahan, kenikmatan dan kemewahan
akan menggoda kepribadian seseorang. Nilai kejujuran, kesederhanaan, kesopanan, kepedulian
sosial akan semakin terkikis.Melihat berbagai hal dampak negatif yang
ditimulkan oleh perkembangan zaman tersebut, maka sudah suatu keharusan bagi
Pendidikan Islam untuk merumuskan kurikulum yang mampu menghasilkan
lulusan-lulusan yang kebal terhadap dampak negatif tersebut.
Selain dampak negatif, arus perkembangan
zaman juga memunculkan tantangan semakin hilangnya batas-batas semu antarnegara
dan bangsa di dunia akibat arus modal, jasa, komoditas, pengetahuan, dan
manusia yang saling melintas antarperbatasan. Hal tersebut mangkibatkan dunia
menjadi “rata”, artinya semua pesaing memiliki kesempatan yang sama, sehingga
mereka yang tidak mampu menggunakan dan memanfaatkan peluang dan kesempatan
yang ada, akan segera tertinggal. Dalam konteks penidikan, negara-negara yang
tidak bisa menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas internasional akan segera
tertinggal di arena kompetisi dunia.[[13]]
Untuk menjawab berbagai tantang tersebut
minimal ada enam orientasi atau pendekatan dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam, meliputi:
1. Pendekatan Rasionalisme Akademik
Pendekatan ini menganut asumsi bahwa
kurikulum merupakan transmisi budaya, nilai dan pengetahuan serta ketrampilan.
Kurikulum harus mampu membuat peserta didik menggunakan kaidah-kaidah yang
berpikir ketat dan terkendali dalam menguasai ilmu yang diajarkan.
2. Pendekatan pengembangan proses kognitif
Pendekatan yang tidak hanya mengutamakan
konten pendidikan tetapi juga bagaimana mengolah konten tersebut. Setiap
aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa dan proses yang terjadi di dalam
kelas. Dasar pikiran yang digunakan adalah peserta didik harus dilihat sebagai
unsur yang interaktif dan adaptif dalam sistem.
3. Pendekatan struktur pengetahuan
Asumsinya adalah penekanan yang benar
dalam proses pembelajaran adalah membuka wawasan peserta didik akan struktur
pengetahuan. Peserta didik harus memahami ide-ide yang fundamental,
kosnep-kosnep dasar, serta materi yang diajarkan diorganisasikan dalam pola
hubungan satu sama lain, baik hubungan di dalam disiplin ilmu maupun bersifat
interdisipliner.
4. Pendekatan teknologis
Pendekatan yang menekankan pada
teknologi bagaimana ilmu pengetahuan itu ditransfer dan bagaimana memberi
kemudahan-kemudahan dalam proses pembelajaran.
5. Pendekatan aktualisasi diri
Kurikulum adalah alat untuk memperoleh
pengalaman yang terbaikdalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologik
secara keseluruhan. Sebagai alat, kurikulum harus mempunyai daya pebebas untuk
pembentukan integritas personal peserta didik.
6. Pendekatan relevansi-rekonstruksi sosial
Menurut pendekatan ini, kurikulum harus
mencerminkan hubungan-hubungan permasalahan sosial masa kini dan masa depan
dengan perkembangan peserta didik yang sesuai. Perkembangan sosial dan pengaruh
timbal balik terhadap kualitas mentalitas dan kualifikasi diri peserta didik
harus dijadikan dasar pemikiran dalam pengembangan kurikulum.[[14]]
Selain pendekatan-pendekatan yang
diambil dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam guna menghadapi tantangan
zaman, lembaga pendidikan Islam perlu merumuskan kurikulum yang
menyajikan program-program yang kompetitif. Dilihat dari metode
penyajianya, program-program tersebut menyentuh tiga aspek pembelajaran, yaitu
kognitif (pemahaman), afektif ( penerimaan/sikap) dan psikomotorik
(ketrampilan). Jika mengacu pada konsep dasar pendidikan oleh UNESCO, proses
pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam harus dapat membantu peserta didik
memiliki lima kemampuan, yaitu to know (meraih pengetahuan) , to do (berbuat
sesuatu), to be (menjadi diri sendiri), to live together (hidup berdampingan),
to know god’s creation (mengenal ciptaan Tuhan)[[15]].
Bila semua aspek dan kemampuan ini disajikan secara terpadu, maka para
lulusan lembaga Pendidikan Islam diharapkan memiliki keseimbangan antara
kualitas ilmu/intelektual, iman dan amal/akhlak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ragamnya pengertian kurikulum yang
diungkapkan oleh para ahli dapat kita tarik kesimpulan, bahwa di satu
pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain
pihak lebih menekankan pada proses atau pengelaman belajar.Pengertian lama
tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam
arti sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah juga keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Sedangkan pengertian baru lebih
menekankan pada proses atau pengalaman belajar dalam arti sejumlah pengalaman
pendidikan, budaya, sosial, olah raga, seni yang disediakan oleh sekolah bagi
para peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah, dengan maksud mendorong
mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Kurikulum Pendidikan Islam harus
memenuhi unsur-unsur; (1) Ketauhidan; (2) Keagamaan; (3) Pengembangan potensi
manusia sebagai khalifah Allah; (4) Pengembangan hubungan antar manusia; dan
(5) Pengembangan diri sebagai individu. Serta prinsip-prinsip dalam merumuskan
kurikulum Pendidikan Islam, yakni prinsip pertautan yang sempurna dengan agama,
termasuk ajarannya dan nilai-nilainya, menyeluruh (universal) pada
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, keseimbangan yang relatif
antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum, pemeliharaan perbedaan-perbedaan
individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya,
menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat, dan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan
pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. Dengan
demikian tujuan dari Pendidikan Islam dapat tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakri
Marzuki. Falsafah Kurikulum Dalam Pendidikan Islam. (Palu: Jurnal Hunafa,
2008)
Muhaimin. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
Nur
Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam 2. (Bandung: Pustaka Setia, 1997)
UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003
Abuddin
Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)
Abuddin
Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)
Jalaluddin
& Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)
Abuddin
Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)
Kata
Pengantar Amin Abdullah. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi.
(Yogyakarta: Presma UIN-Suka, 2004)
Muhaimin. Pemikiran
dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012)
Moch.
Fuad. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. (Yogyakarta: Presma
UIN-Suka, 2004)
[1]Bakri Marzuki. Falsafah Kurikulum Dalam Pendidikan Islam. (Palu:
Jurnal Hunafa, 2008) hal. 24
[2]Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007)
hal. 1-3
[3]Ibid
[4]Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam 2. (Bandung: Pustaka
Setia, 1997) hal. 75
[5]UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003
[6]Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997) hal. 25
[8]Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997) hal. 127
[9]Jalaluddin & Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan
Perkembangan Pemikirannya. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999) hal. 51-52
[10]Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997) hal. 128
[11]Kata Pengantar Amin Abdullah. Pendidikan Islam dan Tantangan
Globalisasi. (Yogyakarta: Presma UIN-Suka, 2004) hal. ix
[12]Ibid
[13]Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 91
[14]Moch. Fuad. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi.
(Yogyakarta: Presma UIN-Suka, 2004) hal. 85-87

Tidak ada komentar:
Posting Komentar