BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Seiring dalam perkembangan zaman, manusia
sering mengabaikan logika dalam berfikir dan membuat aturan. Kebanyakan
orang-orang tersebut menganggap remeh tentang logika dan berfikir seenaknya
saja, mereka mengiginkan suatu hal yang mudah dan praktis. Sehingga yang
terjadi adalah kejanggalan-kejanggalan dalam komunitas mesyarakat banyak.
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar bisa
memahami apa itu bahasa, kaitan bahasa dan logika, serta term, konotasi dan
denotasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Introduksi
bahasa ?
2.
Bahasa dan
fungsinya ?
3.
Bahasa dan
logika ?
4.
Term, konotasi
dan denotasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
INTRODUKSI
BAHASA
Bahasa adalah pemahaman dasar dalam memahami bahasa. Dalam memahami Bahasa
Indonesia, kita juga perlu memahami hal-hal tersebut, sehingga pemahaman kita
dalam memahami bahasa Indonesia, bisa lebih mendalam dan dapat mengaplikasikan
dengan baik.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter (tidak ada hubungan
antara lambang bunyi dengan bendanya) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi
diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah
bahasa sekunder.
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya
alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak
yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah
disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan
sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan
dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah. Harimurti Kridalaksana (1985:12) Menyatakan
bahwa bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi
oleh kelompok manusia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001:88), Bahasa
adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Finoechiaro
(1964:8). Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan
semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari
sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
Menurut Carol (1961:10), Bahasa merupakan sistem bunyi
atau urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan atau dapat digunakan
dalam komunikasi internasional oleh kelompok manusia dan secara lengkap
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di
sekitar manusia. Kamus Linguistik (2001:21), Bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk kerja
sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada
yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan
bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
B.
FUNGSI
LOGIKA DAN BAHASA
1.
Fungsi
Logika
Logika dipelajari agar orang yang mempelajarinya memiliki
kecerdasan logika dan mampu secara cerdas menggunakan logikanya. Kecerdasan
logika adalah kemampuan untuk memecahkan suatu masalah atau menjawab
suatu pertanyaan ilmiah. Dalam hubungan ini logika digunakan untuk memecahkan
suatu masalah saat seseorang menjabarkan masalah itu menjadi langkah-langkah
yang lebih kecil, dan menyelesaikannya sedikit demi sedikit, serta membentuk
pola/ menciptakan aturan-aturan (rumus).
Logika juga digunakan agar mampu menggunakan metode ilmiah dalam
menjawab suatu pertanyaan. Metode ilmiah ini secara singkat berarti membuat hipotesa,
menguji hipotesa dengan mengumpulkan data untuk membuktikan atau menolak suatu
teori, dan mengadakan eksperimen untuk menguji hipotesa tersebut. Seseorang
yang memiliki kecerdasan logika akan dengan cerdas pula menggunakan
logikanya sehinggga akan memiliki salah
satu atau lebih kemampuan di bawah ini:
1.
Memahami angka
serta konsep-konsep matematika (menambah,
mengurangi, mengali, dan membagi) dengan baik.
2.
Mengorganisasikan/
mengelompokkan kata-kata/ materi (barang)
4. Menciptakan, menguasai not-not musik, dan tertarik mendengarkan pola-pola
dalam jenis musik yang berbeda-beda.
5. Menyusun pola dan
melihat bagaimana sebab-akibat bekerja dalam ilmu pengetahuan. Hal ini termasuk
kemampuan untuk memperhatikan detil, melihat pola-pola dalam segalanya, mulai
dari angka-angka hingga perilaku manusia, dan mampu menemukan hubungannya
Contoh 1: seseorang yang menghabiskan waktu di dapur menggunakan logikanya untuk menerka
berapa lama waktu untuk memanggang sesuatu, menakar bumbu, atau merenungkan
bagaimana caranya menghidangkan semua makanan agar siap dalam waktu yang
bersamaan. Contoh 2: seorang detektif kriminal menggunakan logikanya untuk
mereka ulang kejadian pada kasus kejahatan dan mengejar tersangka pelaku.
6. Menciptakan visual (gambar) untuk melukiskan bagaimana
ilmu pengetahuan bekerja, termasuk menemukan pola-pola visual
dan keindahan ilmu pengetahuan (contohnya: menguraikan spektrum cahaya dalam
gambar, menggambarkan bentuk-bentuk butiran salju, dan mahluk bersel satu
dari bawah mikroskop),
mengorgansisasikan informasi dalam tabel dan grafik, membuat grafik untuk
hasil-hasil eksperimen, bereksperimen dengan program animasi komputer.
7.
Menentukan strategi
dalam permainan-permainan yang memerlukan penciptaan strategi (contohnya catur,
domino) dan memahami langkah-langkah lawan.
8.
Memahami cara
kerja dan bahasa komputer termasuk menciptakan
kode-kode, merancang program komputer, dan
mengujinya.
2.
Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki peran yang sangat esensial
dalam konteks logika dan berilmu. Ia sangat membantu, namun secara bersamaan
juga dapat sangat mencelakakan, yaitu jika penggunaannya tidak tepat. Kegiatan
berilmu akan mati bila terjadi kekeliruan penerapan bahasa di antara para
penggiatnya. Ini karena bahasa bagi manusia merupakan pernyataan pikiran atau
perasaan yang paling komunikatif. Gerak tubuh dan mimik muka dapat
menginformasikan sesuatu, namun sangat terbatas penerapannya.
Bahasa juga penting dalam pembentukan
penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya
menyusun uraian yang tepat dan sesuai dengan pembuktian-pembuktian secara benar
dan jelas. Untuk kelompok tertentu, agar komunikasi di antara mereka lebih
efisien dan efektif, mereka menciptakan bahasa tersendiri. Mereka menciptakan
dan menyepakati kata-kata, baik kata yang diambil dari kata-kata yang sudah ada
dalam kehidupan sehari-hari, atau secara sengaja membuat kata-kata yang baru
sama sekali.
Logika sangat terkait dengan konsep bahasa.
Di sisi sebaliknya, setiap bahasa memiliki logikanya sendiri. Bahasa yang
disusun oleh sekelompok masyarakat mengandung kekhasan dimana berbagai kultur –
dalam arti luas – menjadi basis pembentukan bahasa tersebut. Inilah salah satu
point yang harus dipertimbangkan misalnya dalam proses penerjemahan satu
pemikiran dari satu bahasa ke bahasa lain.
Menurut Irving Copi, bukan berarti seseorang
dengan sendirinya mampu menalar atau berpikir secara tepat hanya dengan
mempelajari logika, meskipun ia sudah memiliki pengetahuan mengenai metode dan
prinsip berpikir. Dalam logika dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan.
Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus dimiliki
bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir. Sebaliknya pula,
seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilan berpikirnya bila sudah
menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berfikir.
Tanpa bahasa manusia tidak mampu berfikir.
Bahkan ketika masih ”dalam kepalanya”, sebelum diucapkan sekalipun, manusia
sudah menggunakan bahasa. Ada tiga fungsi bahasa yang utama yaitu untuk
mengkomunikasikan, mengekspresikan perasanaan, dan membangkitkan atau mencegah
perilaku tertentu. Adakalanya ketiga fungsi ini dapat dijalankan sekaligus,
namun dapat juga terpisah, atau dua di antaranya. Dalam dunia ilmiah, harus
dihindari berbagai kesalahan (atau kesesatan), dimana berbahasa secara tepat
dan tidak emotif menjadi salah satu pedoman yang harus dipatuhi. Hanya dengan
bahasa yang netral, maka informasi yang disampaikan dapat diterima dengan
tepat.
Ketrampilan berargumen, terutama argumen deduktif,
merupakan syarat pokok dalam berilmu. Melalui nalar deduktif diperoleh
kesimpulan (conclusion) sehingga dapat menyimpulkan apakah sesuatu yang
disampaikan dapat dinilai kebenarannya (benar atau salah) dan kevalidannya
(valid atau tidak valid).
C. Logika dan
Bahasa
Bahasa merupakan alat berpikir yang apabila dikuasai dan
digunakan dengan tepat, maka akan dapat membantu kita memperoleh kecakapan
berpikir, berlogika dengan tepat. Logis, atau masuk akal, merupakan ukuran yang
hampir selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam kegiatan
berilmu. Dalam pembicaraan yang tidak penting pun lawan bicara kita selalu
menuntut penjelasan yang logis. Dalam berilmu, yaitu mengembangkan, memahami
dan mengkomunikasikan ilmu; logis atau tidak merupakan ukuran mutlak. Inilah alat
ukurnya, sebagaimana termometer digunakan untuk mengukur suhu tubuh.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui
proses tertentu, yaitu proses pemikiran yang bernalar. Proses berpikir
tersebut mesti dilakukan dengan cara tertentu, karena itulah selalu disebut
dengan “displin ilmu”. Proses menuju kesimpulan hanya dianggap sahih jika
dilakukan menurut cara tertentu yang disebut logika. Jadi, secara sederhana,
logika dapat didefinisikan sebagai pembicaraan tentang bagaimana berfikir
secara sahih (valid). Atau, dalam ungkapan lain, dapat juga disebut dengan
aturan bagaimana berfikir secara benar (correct).
Inilah inti dalam kajian logika. Ukuran-ukuran logika
menjadi penentu untuk menguji apakah seseorang telah berfikir secara benar atau
salah. Cara mengujinya adalah melalui serangkaian hukum atau pola. Pola
dasarnya adalah bagaimana pengetahuan baru disusun dari pengetahuan lama.
Disinilah peran premis dan kesimpulan. Logika bertolak dari sejumlah premis
yang sudah diketahui untuk menghasilkan satu pengetahuan yang baru. Dalam
kegiatan ini, logika mengendalikan gerak fikiran supaya tetap mengikuti pola
yang sudah distandarisasi.
Standariasasi berlaku secara keilmuan atau menurut ilmu
bersangkutan. Standarisasi tiap ilmu tidak persis sama, meskipun dalam
ketentuan dasarnya sama.
Logika sebagai cara menarik kesimpulan, bekerja dalam bentuk kata, istilah, dan kalimat. Kata-kata dipilih dan disusun secara tepat. Pemilihan dan penempatannya akan menentukan makna yang dikandungnya. Semua ini termasuk dalam lingkup berbahasa. Satu hal mendasar dalam konteks ini adalah tentang premis dan kesimpulan. Premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan untuk menarik kesimpulan. Ia menjadi dasar pemikiran dan alasan atau dapat juga disebut dengan asumsi. Dalam pengertian formal, premis adalah kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan secara logis. Kesimpulan yang benar diperoleh bila premisnya benar pula, dan sebaliknya; meskipun proses logika tetap terpenuhi.
Logika sebagai cara menarik kesimpulan, bekerja dalam bentuk kata, istilah, dan kalimat. Kata-kata dipilih dan disusun secara tepat. Pemilihan dan penempatannya akan menentukan makna yang dikandungnya. Semua ini termasuk dalam lingkup berbahasa. Satu hal mendasar dalam konteks ini adalah tentang premis dan kesimpulan. Premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan untuk menarik kesimpulan. Ia menjadi dasar pemikiran dan alasan atau dapat juga disebut dengan asumsi. Dalam pengertian formal, premis adalah kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan secara logis. Kesimpulan yang benar diperoleh bila premisnya benar pula, dan sebaliknya; meskipun proses logika tetap terpenuhi.
Bahasa memiliki peran yang sangat esensial dalam konteks
logika dan berilmu. Ia sangat membantu, namun secara bersamaan juga dapat
sangat mencelakakan, yaitu jika penggunaannya tidak tepat. Kegiatan berilmu
akan mati bila terjadi kekeliruan penerapan bahasa di antara para penggiatnya.
Ini karena bahasa bagi manusia merupakan pernyataan pikiran atau perasaan yang
paling komunikatif. Gerak tubuh dan mimik muka dapat menginformasikan sesuatu,
namun sangat terbatas penerapannya.
Bahasa juga penting dalam pembentukan penalaran ilmiah,
karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya menyusun uraian yang
tepat dan sesuai dengan pembuktian-pembuktian secara benar dan jelas. Untuk
kelompok tertentu, agar komunikasi di antara mereka lebih efisien dan efektif,
mereka menciptakan bahasa tersendiri. Mereka menciptakan dan menyepakati
kata-kata, baik kata yang diambil dari kata-kata yang sudah ada dalam kehidupan
sehari-hari, atau secara sengaja membuat kata-kata yang baru sama sekali.
Logika sangat terkait dengan konsep bahasa. Di sisi
sebaliknya, setiap bahasa memiliki logikanya sendiri. Bahasa yang disusun oleh
sekelompok masyarakat mengandung kekhasan dimana berbagai kultur – dalam arti
luas – menjadi basis pembentukan bahasa tersebut. Inilah salah satu point yang
harus dipertimbangkan misalnya dalam proses penerjemahan satu pemikiran dari
satu bahasa ke bahasa lain.
Menurut Irving Copi, bukan berarti seseorang dengan
sendirinya mampu menalar atau berpikir secara tepat hanya dengan mempelajari
logika, meskipun ia sudah memiliki pengetahuan mengenai metode dan prinsip
berpikir. Dalam logika dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan. Pengetahuan
mengenai metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus dimiliki bila
seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir. Sebaliknya pula, seseorang
hanya bisa mengembangkan keterampilan berpikirnya bila sudah menguasai
metode-metode dan prinsip-prinsip berfikir.
Tanpa bahasa manusia tidak mampu berfikir. Bahkan ketika
masih ”dalam kepalanya”, sebelum diucapkan sekalipun, manusia sudah menggunakan
bahasa. Ada tiga fungsi bahasa yang utama yaitu untuk mengkomunikasikan,
mengekspresikan perasanaan, dan membangkitkan atau mencegah perilaku tertentu.
Adakalanya ketiga fungsi ini dapat dijalankan sekaligus, namun dapat juga
terpisah, atau dua di antaranya. Dalam dunia ilmiah, harus dihindari berbagai
kesalahan (atau kesesatan), dimana berbahasa secara tepat dan tidak emotif
menjadi salah satu pedoman yang harus dipatuhi. Hanya dengan bahasa yang
netral, maka informasi yang disampaikan dapat diterima dengan tepat.
Ketrampilan berargumen, terutama argumen deduktif,
merupakan syarat pokok dalam berilmu. Melalui nalar deduktif diperoleh
kesimpulan (conclusion) sehingga dapat menyimpulkan apakah sesuatu yang
disampaikan dapat dinilai kebenarannya (benar atau salah) dan kevalidannya
(valid atau tidak valid).
Sudah dijelaskan di atas bahwa logika merupakan hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Jelaslah bahwa logika memiliki pertalian yang erat dengan bahasa. Jadi
apabila kita ingin mempelajari logika, mulailah dengan melihat hubungan antara
bahasa dan logika atau sebaliknya.
D.
TERM,
KONOTASI, DAN DENOTASI
1.
TERM
Adalah gambaran dari
sesuatu yang ada dalam pikiran kita yang dapat dilihat oleh akal kita.
Pengertian juga disebut juga sebagai ” konsep terhadap sesuatu”. Sedangkan term
adalah ungkapan pengertian dalam bentuk kata atau beberapa kata.
Misal : Istilah “biologi” yang
terbentuk dari dua suku kata yaitu “bios” dan “logos”. Ide atau konsep yang
terkandung dalam dua rangkaian kata itu disebut sebagai pengertian atau apa
yang dimaksud dengan istilah “biologi”. Sedangkan istilah “biologi” itu adalah
term.
Kata “manusia”, dalam gambaran
kita bila orang menyebut “manusia”, telah tergambar dalam akal budi tentang apa
yang ditunjukkan dengan kata”manusia” itu. Gambaran inilah yang disebut sebagai
pengertian, sedangkan kata “manusia” yang merupakan ekspresi dari dari
pengertian itu disebit dengan term.
Jadi ekspresi pengertian dalam
bentuk kata atau beberapa kata disebut term. Term sebagai ungkapan pengertian,
jika terdiri dari satu kata atau satu istilah maka term dikatakan sebagai term
sederhana atau term simpel, seperti manusia , gajah, negara, dan
lainnya. Dan jika terdiri dari beberapa kata maka term itu dinamakan term
komposit atau term kompleks, misal : reaktor atom, sejarah kontemporer,
sejarah ekonomi, dan sebagainya. Term komposit ini walaupun masing-masing
bagian mempunyai pengertian sendiri-sendiri, tetapi jika digabungkan hanya
menjadi satu pengertian.
Kata atau istilah yang untuk mengungkapkan
pengertian juga sebagai simbol dari pengertian. Term berarti kata suatu
kesatuan kata-kata yang dapat dipergunakan sebagai subyek atau prediket logika.
Term (kata) yang tak mungkin digunakan dalam logika bukanlah merupakan sebuah
term, meskipun setiap term itu terdiri dari kata-kata. Dengan demikian dapat
dikatakan juga term adalah simbol atau kesatuan beberapa simbol yang
dapat untuk menyatakan suatu pengertian. Kata sebagai simbol yang dapat untuk
menyatakan suatu pengertian dibedakan atas menjadi dua macam yaitu kata
kategorimatis dan kata sinkategorimatis. Kata kategorimatis
ialah kata yang dapat mengungkapkan sepenuhnya suatu pengertian yang berdiri
sendiri tanpa bantuan kata lain, meliputi: nama diri, kata sifat, istilah yang
mengandung pengertian umum. Kata sinkategorimatis ialah kata yang tidak
adapat mengungkapkan suatu pengertian yang berdiri sendiri jika tidak dibantu
oleh kata lain, misalnya kata: adalah, jika, semua, maka, dan sebagainya.
2.
KONOTASI DAN DENOTASI
Setelah mengerti dengan
pengertian term, selanjutnya yang penting diketahui adalah konotasi dan
denotasi. Konotasi dengan istilah lain berarti intensi atau isi, sedangkan
denotasi dengan istilah lainnya berarti ekstensi atau lingkungan. Konotasi dan
denotasi term ini merupakan hal mutlak untuk penalaran.
a. Konotasi
Konotasi adalah keseluruhan arti yang
dimaksudkan oleh suatu term. Yang dimaksudkan dengan keseluruhan arti
adalah kesatuan antara unsur dasar dengan sifat pembeda yang bersama-sama
membentuk suatu pengertian. Jadi, jika ingin menguraikan konotasi suatu term
tidak jarang harus menggunakan banyak kata. Dengan menggunakan bahasa yang
mudah dapat dinyatakan bahwa konotasi tidak lain adalah isi atau apa yang
termuat dalam suatu term, misal term”manusia:
Konotasi term manusia adalah
“hewan yang berakal budi” atau secara terurai dapat dirumuskan “substansi
(unsur dasar) yang berbadan, berkembang, berperasa dan berakal (sifat-sifat
pembeda)”.
Konotasi term ”demokrasi” adalah
suatu bentuk pemerintahan (sebagai unsur dasar atau jenis) yang berdasarkan
atas tuntutan dari rakyat yang dipertimbangkan oleh rakyat untuk kepentingan
rakyat (sebagai sifat pembeda).
Konotasi kata term “hukum” adalah
peraturan (sebagai unsure dasar atau jenisnya) yang bersifat memaksa (sebgai
sifat pembeda atau pemisahnya)
Di sini jelas bahwa konotasi term
adalah suatu definisi. Tetapi tidak semua definisi adalah konotasi term.,
hal ini akan dibahas pada bab definisi.
b. Denotasi
Setiap term mempunyai denotasi
atau lingkungan. Denotasi adalah keseluruhan hal yang ditunjuk oleh
term, atau dengan kata lain keseluruhan hal sejauh mana term itu dapat
diterapkan. Contoh diatas tadi meliputi “manusia”, “demokrasi”, “hukum”,
denotasinya sebagai berikut:
Denotasi term “manusia” yang
didefinisikan sebagai hewan berakal , dapat diterapkana pada bangsa Indonesia,
bangsa Cina, bangsa Yahudi.
Denoatasi term ”demokarasi” ynag
telah didefinisikan, dapat diterapkan sebagai demokrasi Indonesia, demokarasi
Amerika.
Denotasi term ”hukum” yang telah
didefinisikan, dapat diterapkan pada hukum pidana, hukum perdata, hukum positif,
dan dalam bentuk hukum lainnya.
Denotasi term ini menunjukkan
suatu himpunan, karena sejumlah hal-hal yang ditunjukkan itu menjadi suatu
kesatuan denag ciri-ciri tertentu. Atau, dengan adanya sifat-sifat yang
diuraikan oleh konotasi (isi term) maka dapatlah dihimpun beberapa hal tertentu
c. Hubungan Konotasi dan
Denotasi
Kalau denotasi diartikan luas
cakupannya dari suatu term, sedangkan konotasi berarti isi yang dikandung term
itu. Antara denotasi dengan konotasi mempunyai kaitan yang erat, sebab keduanya
saling ketergantungan. Jika konotasi bertambah maka denotasi berkurang, dan
sebaliknya. .Untuk itu digunakan dalam kaedah seperti berikut ini:
1. Jika denotasi bertambah, konotasi berkurang
2. Jika denotasi berkurang, konotasi bertambah
3. Jika konotasi bertambah, denotasi berkurang
4. Jika konotasi bertambah, denotasi berkurang.
Contoh : term “demokrasi”, jika
hanya kata demokrasi saja, maka denotasinya yang dapat dicakupnya sangat luas,
baik demokrasi Amerika Serikat, demokrasi di Uni Sovyet, dan demokrasi yang ada
di Indonesia. Tetapi bila ditambah dengan ciri pembeda dengan kata “pancasila”,
dalam arti “demokrasi pancasila”, maka hanya dapat diterapkan dalam diterapkan
di negara yang berdasarkan “pancasila” saja, yaitu negara Indonesia saja.
Contoh lain misalnya term
“negara”. Jika penggunaan term ”negara” ini sebagai konotasinya adalah
“organisasi masyarakat dalam suatau wilayah yang bertujuan kesejahteraan umum
dan tunduk pada satu pemerintahan pusat”, maka denotasinya ialah semua negara-negara
yang ada di dunia sejak dahulu hingga sekarang, Jika pada konotasi term
“negara” ini ditambahkan dengan “tunduk pada satu pemerintahan pusat yang
dipilih oleh rakyat”, maka penambahan ini ini akn melahirkan pengertian baru
yaitu “negara demokrasi”. Dengan demikian denotasinya tidak memasukkan
negara-negara totaliter dan negara-negara absolut dan bentuk-bentuk lainnya.
3.
JENIS-JENIS TERM
1.
Pembagian term menurut konotasi
a.
Term konkrit artinya suatu term yang menunjukkan suatu benda yang
mempunyai kualitas dan eksistensi, seperti meja, rumah, dan radio
b.
Term abstrak yaitu term yang menyatakan kualitas atau kualitas yang
terlepas dari eksistensi tertentu, misalnya putih, merah dan kekuatan,
kepahlawanan.
2.
Pembagian term menurut denotasi
a. Term umum yaitu dapat mencakup
setiap anggota suatu klas dengan arti yang sama, misalnya: mahasiswa, buku,
warga, dan lain-lain. Kemungkinan pemakaian term umum bagi benda-benda yang
terbatas jumlahnya dalam suatu klas tergantung pada kenyataan bahwa benda-benda
ini memilki sifat umum. Term Umum masih dibagi menjadi :
1)
Universal: Sifat umum yang berlaku di dalamnya tidak terbatas oleh ruang
dan waktu, misal orang , manusia, mahasiswa.
2)
Kolektif : Sifat umum yang berlaku di dalamnya menunjukkan pada suatu
kelompok tertentu sebagaian kesatuan, misalnya : rakyat Indonesia, bangsa Cina,
Mahasiswa UGM.
b. Term Khusus : yaitu hanya
menunjukan sebagian dari keseluruhan sekurang-kurangnya satu bagian atau satu
hal. term khusus juga dibedakan yaitu :
1)
Partikuler : Sifat khusus yang berlaku di dalamnya hanya menunjukan
sebagian tidak tertentu dari suatau keseluruhan, misalnya: sebagian manusia,
sebagian mahasisiwa, sebagian hewan yang dapat hidup di air.
2)
Singular : sifat khusus yang berlaku di dalamnya hanya menunjukkan pada
satu hal atau satu himpunan yang mempunyai hanya satu anggota, misalnya:
presiden pertama RI, dosen logika FIB.
3.
Pembagian Term menurut kandungan makna.
a.
Makna penuh yaitu bila makna suatu term itu betul-betul sepenuhnya arti
yang yang dikandungnya. Seperti: “Saya membeli rumah”, pengertian rumah di sini
betul-betul rumah dalam arti yang sebenarnya bukan sebagian dari rumah.
b.
Makna kandungan yaitu bila dengan term itu yang dimaksud hanya sebagian
dari term yang dinyatakan. Seperti : “Saya sedang memompa sepeda”, maka yang
dipompa adalah ban sepeda, bukan sepeda.
c.
Makna lazim yaitu bila term itu yang dimaksud sama sekali
dikeluarkannya, tetapi lazim mengikuti trem yang disebut. Seperti: “Tadi pagi
saya memasak di rumah”, maksudnya ialah memasak di dapur, sebab dapur adalah
bagian dari rumah.
4.
Pembagian term menurut kategori
a.
Substansi, suatu zat dasar yang diliki oleh suatu yang dapat berdiri
sendiri; manusia, singa, pohon, bunga adalah semua pengertian yang dinyatakan
secara gramatikal.
b.
Kuantitas, jumlah atas sekian banyak diri atau pun satu diri yang
memiliki besaran atau ukuran/memiliki nilai dan satuan; besar, kecil, panjang,
lebar, dalam, dan sejenisnya.
c.
Kualitas, sifat perwujudan sebagai ciri atau tanda pengenal; putih,
panas, dingin, bagus, baik, dan sejenisnya.
d.
Relation (hubungan), hubungan dengan berbagai hal lain; mirip, sama,
majikan, hamba, guru, murid, dan sejenisnya.
e.
Aksi (tindakan), tindakan yang mempengaruhi dalam perbuatan; membangun,
mengajar, melahirkan, dan sejenisnya.
f.
Passi, kesan yang dipengaruhi dari perbuatan; dibangun, diajar,
dilahirkan, dan sejenisnya
g.
Ruang, tempat yang menyertai di mana sesuatu itu ada; di sini, di situ,
di rumah, di kamar, dan sejenisnya.
h.
Waktu, tempo yang menyertai kapan sesuatu itu ada; sekarang, kemarin,
besok, bulan depan, dan sebagainya.
i.
Posisi, kedudukan sesuatau itu berada dalam suatu tempat; duduk berdiri,
berlutut, dan sebagainya.
j.
Keadaan, kepunyaan khusus yang menyertai kedudukan; bersenjata,
berpakaian, dan sebagainya.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam logika, untuk mendapatkan kesimpulan yang benar. Syarat yang utama
ialah mengumpulkan argumen-argumen. Kemudian argumen tersebut disusun secara
logis sesuai dengan kaidah umum (kebiasaan). Maka kerelevanan akan terbukti
kebenarannya.
Sedangkan pada tata bahasa fungsi gramatikal berupa subjek, predikat,
objek, dan keterangan. Sedangkan kategorinya adalah nomina (kata benda), verba
(kata kerja), dan adjektiva (kata sifat). Sedangkan pada bagian peran mencakup
peran gramatikal seperti peran agentif (sebagai pelaku), pasien (sebagai
penderita), objek (sebagai sasaran), benefaktif (sebagai kegitan/ melakukan
pekerjaan terhadap orang lain), lokatif (sebagai tempat/ lokasi), instrumental
(sebagai alat) dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abri, Ali.1991,Pengantar
Logika Tradisional,Surabaya:Usaha Nasional
Bakry, Noor Ms,1986,. Logika
Praktis Bagian Pertama, Yogyakarata: Liberty
Hutabarat,1967, Logika.
Djakarta: Erlangga
Alex lanur
OFM. Logika Selayang Pandang. Jogjakarta: Kanisiu,. 1983
Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Press, 2005, cet ke-II
E. Sumaryono. Dasar-Dasar Logika, Jogjakarta: Penerbit Kanisius, 1999
Mundiri, Logika, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005
Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka. Jakarta. 1988
Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso. Logika Ilmu Menalar.Dasar-dasar Berpikir
Tertib, Logis,Kritis, Dialektis. Bandung : Pustaka Grafika. 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar