Senin, 05 Januari 2015

Konsep Filsafat Islam Tentang Tuhan, Alam, dan Manusia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan Islami, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi tuhan sang penciptanya (ontology). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (berproses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dan arahan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Tuhan, Manusia dan Alam adalah murupakan tiga komponen yang memiliki keterkaitan yang sangat penting dan tidak dapat di pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Bencana atau ketidak selarasan alam akan terjadi apabila interaksi antara ketiganya tidak terhubungkan dengan baik, Konsep keselarasan ini ditawarkan oleh Islam untuk diterima oleh mahluk-Nya.[[1]]
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berfrofesin keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,asyarakan bengsa itu.
Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.[[2]]
Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yangh pruralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
2.      Manusia dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
3.      Alam dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tuhan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semestaatau jagat raya.[[3]] Tuhan adalah sesuatu yang terdapat dalam pikiran (mind) manusia. Dalam stuktur dalam manusia, hati merupakan kamar kecil yang terdapat di dalamnya yaitu hati nurani atau suara hati atau disebut denganbashirah merupakan satu titik kecil atau kotak kecil (black box) yang tersembunyi secara kuat dan rapih di dalam hati, hati nurani merupakan hot line manusia dengan Tuhan atau yang  menghubungkan manusia dengan tuhan atau disebut dengan (god spot) titik Tuhan disinilah Tuhan hadir di setiap manusia. Menurut Ibn Qayyim Al-Jauzy, bashirah adalah cahaya yang ditempatkan Allah di dalam hati manusia.[[4]] Di dalam Hadits Rasulullah SAW (Hadis Qudsi) bahwa Allah SWT berada di dalam inti manusia berikut Hadistnya:
“Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qashr), didalam istana itu ada dada (Shadr), di dalam shadr itu ada kalbu (Qalb), di dalam qalb itu ada (fu’ad) , di dalam fu’ad itu ada (syaghaf), di dalam syaghaf itu ada (lubb), di dalam lubb itu ada (sirr), dan di dalam sirr itu ada Aku (Ana).”[[5]]



Hadist ini menjelaskan bahwa Aku ini adalah Allah SWT. Hati nurani akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat sesuai dengan world viewnya (iman). Karena iman terletak di kalbu. Untuk itulah kalbu itulah yang menjadi sasaran pendidikan untuk diisi dengan iman.
Allah SWT merupakan sang pencipta manusia dan alam semesta yang disebut dengan khalik (sang pencipta) namun sering disebut juga dengan Al-RabbRabb al-Alamin, Rabb kulli syai’. Berdasarkan kata dasar dari Rabb yaitu memperbaiki, mengurus, mengatur dan juga mendidik. Rabb biasa diterjemahkan dengan Tuhan yang mengandung pengertian sebagaiTarbiyah (yang menumbuhkembangkan sesuatu secara bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna), juga sebagai murabbi (yang mendidik). Dengan demikian sebagai al-rabb, atau rabb al-alamin, Allah adalah yang mengurus, mengatur, memperbaiki proses penciptaan alam semesta.[[6]]
Allah dalam artian menumbuh kembangkan merupakan fungsi rububiyah yang biasa dipahami sebagai fungsi kependidikan. Jadi proses penciptaan alam semesta dan manusia merupakan hakikat perwujudan atau realisasi dari fungsi rububiyah (kependidikan). Sebagaimana dalam Firman Allah yang merupakan wahyu yang pertama yang di terima oleh Rasulullah SAW yaitu sebagai berikut:

Terjemahan:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al-Alaq:1-5).
Dalam Ayat diatas Allah merupakan seorang pendidik yang memberi pengajaran dari ciptaan-Nya, karena Allah SWt menginginkan manusia menjadi baik dan bahagia hidup di dunia dan akhirat karena itulah manusia harus mempunyai bekal pengetahuan agar mengetahui apa yang belum diketahuinya.
B.     Manusia dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
1.      Pengertian Manusia
Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan nama:
a.      Insan, ins, nas, unas
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arab yaitu:
1)      Nasiya yang berarti lupa. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa.[[7]] Ini menunjukan bahwa adanya keterkaitan manusia dengan kesadaran dirinya.
2)      Al-uns yang berarti jinak atau harmoni dan tampak. Jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.[[8]]
3)      Anasa yanusu yang artinya berguncang menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya.[[9]] Ini menunjukan adanya keterkaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Dengan penalaran manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan haknya. Pengertian ini menunjukan bahwa pada manusia terdapat potensi untuk dapat dididik , sehingga ia disebut juga makhluk yang di beri pelajaran (animal educabil).
Manusia dalam pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang berperan sebagai subyek kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia sebagai insan menunjukan manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai potensi rohani, seperti fitrah, kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.[[10]]
b.      Al-Basyar (makhluk Biologis)
Al-Basyar meupakan bentuk jamak dari kata Basyarah(permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuh rambut). Manusia merupakan subjek kebudayaan dalam pengertian material sebagai yang tampak dalam aktivitas fisiknya.[[11]]
c.       Bani Adam atau Zurriyat Adam
Manusia disebut dengan Bani Adam karena manusia merupakan keturunan dari Nabi Adam.
2.      Hakekat Manusia
Dalam pengertian yang telah dijelaskan diatas bahwa manusia mempunyai dua komponen yaitu jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan fisik atau jasmani manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya yang memerlukan dukungan fisik dan dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan mental. Selanjutnya untuk memfungsikan kedua unsur tersebut secara baik diperlukan pembinaan dan bimbingan disinilah pendidikan sangat diperlukan berikut ini penjelasan penulis antara dua komponen tersebut yaitu sebagai berikut:
a.       Jasmani
Manusia sebagai pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini bisa diraih dengan jasmani yang sehat dan kuat sebagaimana firman Allah Dalam QS. Al-Baqarah: 247 berikut penggalan ayatnya:

Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.(Qs. Al-Baqarah:247)
Aspek  jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
b.      Rohani


Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.(Qs. AL-Hijr:29).

Dalam ayat tersebut bahwa Allah SWT menyempurnakan proses kejadian manusia dengan  meniupkan ruh pada diri manusia maka ketika ruh telah ditiupkan maka pada saat itulah manusia dalam bentuk yang sempurna mempunyai sifat dan potensi untuk mengetahui sesuatu berikut ini beberapa potensi rohani yang dimiliki oleh manusia yaitu sebagai berikut:
1)      Fitrah
Kata fitrah (fathara) mempunyai arti belahan, muncul, kejadian dan penciptaan. Maka yang dimaksud fitrah adalah keadaan semula jadi atau bawaan sejak lahir manusia.[[12]]

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui(Qs. AR-Ruum:30).

Pada ayat tersebut bahwa sejak asal kejadian manusia telah diciptakan membawa fitrah (potensi) keberagamaan yang benar, yakni agama hanif dan agama tauhid, tidak bisa menghindar (la tabdila) dari fitrah itu.
Fitrah-fitrah ini merupakan kesiapan-kesiapan anak manusia untuk bisa dibentuk menjadi manusia dengan segala keunggulannya. Kesiapan manusia menjadi makhluk rasional intelektual misalnya, sudah diberikan oleh Allah dalam bentuk kemampuan untuk membuat kategori-kategori dan kemampuan menempatkan realita-realita dalam suatu kerangka ruang dan waktu. Kesepakatan-kesepakatan yang dimiliki manusia dalam menyerap fenomena-fenomena empiris menunjukkan kesiapannya untuk menjadi makhluk rasional yang mampu untuk menalar dan mampu menggagas konsep dan inferensi dari apa yang diamatinya.
Namun pengetahuan dan kesiapan alamiah untuk tersebut tertutup oleh kesibukan manusia dalam memenuhi jasmaninya oleh karena itu manusia perlu sesuatu yang dapat membangkitkan kesiapan alamiahnya mengingat kelalaian dan membangkitkannya dari ketidak sadaran. Semua itu akan terwujud melalui Pendidikan yang merupakan usaha sadar mengembangkan potensi-potensi yang ada pada seorang anak didik. Dengan kata lain, pendidikan berusaha untuk mengoptimalkan kemampuan dari anak didik sesuai dengan potensinya dengan menyuguhkan kepada anak didik media-media dan informasi-informasi yang akan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Pendidikan yang baik seyogyanya mampu mengenal potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang anak didik untuk bisa dikembangkan sesuai dengan kemampuannya. Bisa disebutkan disini suatu proses pemurnian potensi manusia yang bisa diistilahkan sebagai proses penghanifan. Penghanifan berarti membawa kembali potensi dari seorang manusia rujuk ke potensi fitrah untuk kemudian diisi dengan informasi dan pengetahuan-pengetahuan yang baik dan berguna sehingga potensi mampu berkembang sesuai dengan fitrahnya.
Karena Manusia telah di desain jiwanya untuk beragama secara benar, memiliki fitrah diri (keadaan semula), jadi manusia mempunyai karakter alamiah untuk berbuat baik sehingga manusia mudah mengerjakan perbuatan baik karena sesuai dengan fitrahnya.
2)      Syahwat
Syahwat berasal dari bahasa arab syahiya-syaha yasyha-syahwatan secara lughawi berarti menyukai dan menyenangi. Sedangkan pengertian syahwat adalah kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya.[[13]] Berikut ini Allah SWT menggambarkan potensi syahwat dalam QS. Al-Imran ayat 14 yaitu sebagai berikut:




Terjemahan:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Al-Imran:14).
Dalam ayat diatas pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan kesenangan kepada wanita (Seksual), anak-anak (kebanggaan), harta kekayaan (kebanggaan, kesombongan, dan kemanfaatan), kendaraan yang bagus (kebanggaan, kenyamanan, kemanfaatan), binatang ternak ( kesenangan dan kemanfaatan) dan sawah ladang (Kesenangan da kemamfaatan).
Dengan demikan Syahwat merupakan bentuk yang berhubungan dengan kesenangan duniawi saja namun menurut Al-Qur’an ini manusiawi, syahwat menimbulkan potensi untuk berlaku menyimpang. Namun baik dan bagusnya syahwat itu kalau di bimbing dan diberi petunjuk hikmah (petunjuk akal dan syariat). Dalam Qs. Al-Hujurat: 14 merupakan refleksi dari potensi syahwat yang dibimbing dan dibina oleh petunjuk hikmah dan syariat berikut Firman Allah SWT:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar (QS. Al-Hujurat:150).
Berjuang dengan harta benda adalah sifat pemurah dan berjuang dengan jiwa ini merupakan refleksi dari syahwat yang terpimpin dan terbina. Dengan adanya syahwat maka manusia memerlukan arahan bimbingan dan binaan untuk mencapai syahwat yang lurus.
3)      Aql (Akal)
Akal yang berasal dari bahasa arab aqala yaitu mengikat atau menahan. secara umum akal difahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan.[[14]] aqala mengandung arti yaitu mengerti, memahami, berfikir.
Menurut Al-ghazali yang dikutif oleh Zainuddin dalam bukunya seluk beluk pendidikan dari Al-Ghazali pengertian akal ada empat tahapan sesuai dengan tahap perkembangan akal pikiran manusia yaitu:
a)      Akal yaitu suatu sifat yang membedakan manusia dari segala binatang.
b)      Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang tumbuh pada anak usia tamyiz.
c)      Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan berlangsung berbagai keadaan.
d)     Hakikat akal adalah puncak kekuatan ghaizah (semangat) untuk mengetahui akibat dari segala persoalan dan mencegah hawa nafsu, yang mengajak pada kesenangan seketika dan mengendalikan syahwat tersebut.
Pendidikan akal merupakan cakupan pencapaian kebenaran ilmiah yaitu kebenaran diperoleh melalui penelaahan terhadap sumber-sumber yang valid. Dalam ayat berikut ini bahwa manusia agar memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi dalam realitas kehidupan ini merupakan kegiatan pendidikan dari akal.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
3.      Proses Kejadian Manusia


Terjemahan:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.(Qs. Al-Muminuun:12-14).

Dalam ayat diatas Allah menjelaskan tahapan demi tahapan proses kejadian manusia sampai kepada kesempurnaan. Manusia diciptakan dari sejak awal pemancaran (bentuk nutfah) berkembang menuju martabat manusia yang sempurna dengan segala karakterristiknya, Allah bermaksud membuktikan ketuhanan-Nya dengan mempersaksikan hakikat dirinya sendiri. Manusia merupakan makhluk lemah yang tidak mampu menguasai, mengatur dan memelihara dirinya sendiri sehingga ia membutuhkan penguasa, pengatur, dan pemelihara yaitu Allah Rabb Al-Alamin.


Terjemahan:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(Qs. An-Nahl 78).
Manusia ketika lahir yang tidak mengetahui apa-apa tetapi Allah SWt membekali manusia alat berupa pendengaran, penglihatan dan hati untuk dipergunakan secara baik dan benar aga manusia bisa mengetahui segala sesuatunya melalui alat tersebut sehingga manusia bersyukur apa yang di dapatnya dari Alah SWT.
4.      Golongan Manusia
Al-Ghazali membagi umat manusia kedalam tiga golongan:
a)      Kaum Awam; yang cara berpikirnya sederhana sekali tidak dapat menangkap hakekat-hakekat, mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk.[[15]]
b)      Kaum pilihan; yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat.
c)      Kaum Penekar; harus dihadapi dengan sikap mematahkan argumen-argumen.


Terjemaahan:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang dapat petunjuk. (Qs. AN-Nahl: 125).[[16]]

C.    Alam dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam
Alam semesta, kata ini digunakan untuk menjelaskan seluruh ruang waktu kontinu di mana kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya.[[17]] Alam semesta adalah kumpulan jauhar yang tersusun dari materi (maddah) dan bentuk (Shurah) yang ada di langit (al-jawhar al murakka min al-madah wa al-shurah min ardh wa sama).[[18]]
Islam memandang bahwa alam adalah ciptaan Allah SWT, sekaligus merupakan bukti karya agung-Nya, sebagai konsekuensinya alam adalah pesan dan tanda-tanda Allah akan keberadaan-Nya. Alam merupakan wahyu yang tidak tertulis. Jadi setiap manusia harus membaca wahyu Allah yang baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.[[19]]
Seluruhnya makhluk Tuhan yang diciptakan untuk satu tujuan, alam ini tunduk di bawah sunah Allah dengan ketentuan-ketentuan-Nya.[[20]]

Terjemahan:
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.(Qs. Al-Israa:44).
Tuhan telah menjadikan alam dengan seperangkat aturannya yang dia sebut dengan istilah qadarQadar baginya bukanlah seperti apa yang dipahami oleh mayoritas para teolog (mutakallimum) sebagai ketentuan yang deterministik, mengikat serta membatasi kebebasan manusia, melainkan segala ketentuan yang ada pada alam ini, terutama benda-benda fisik. Qadaritulah yang memberikan karakteristik dan sifat khusus padanya. Karakteristik dan sifat itulah yang merupakan amar Tuhan terhadap alam. Karenanya segala yang ada di alam adalah Islam, karena ia tunduk dan patuh terhadap amarTuhan. Amar Tuhan itulah yang kemudian menjadi amanah bagi alam ini. Karenanya, pula, al-Qur`an mengatakan bahwa alam bertasbih kepada Tuhan.Tuhan menciptakan alam semesta ini bukanlah tanpa tujuan. Ia hendak merealisasikan tujuanNya itu lewat ciptaanNya dan misiNya yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya Allah swt sebagai pencipta dan sekaligus sebagai penunjuk jalan bagi manusia (maha guru) Tuhan didalam menciptakan manusia di muka bumi ini adalah semata-semata untuk mengabdi kepada-Nya dan untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Hakikat penciptaan manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani, yang mana ketiga unsur tersebut menjadi satu kesatuan pada diri manusia.
Dalam hal manusia dapat mengelola alam semesta , maka manusia perlu mendapatkan pendidikan (Subyek pendidikan dan sekaligus se bagai obyek pendidikan)
Dalam pemikiran filsafat pendidikan Islami, Al-Farabi menggunakan proses konseptual yang disebutnya dengan nazhariyyah al-faidh (teori emanasi) untuk memahami hubungan antara Tuhan dan alam pluralis dan empirik.
Menurut teori ini, alam terjadi dan tercipta karena pancaran dari Yang Esa (Tuhan); yaitu keluarnya mumkin al-wujūd (disebut alam) dari pancaran Wājib al-Wujūd (Tuhan). Proses terjadinya emanasi (pancaran) ini melalui tafakkur (berpikir) Tuhan tentang diri-Nya, sehingga Wājib al-Wujūd juga diartikan sebagai “Tuhan yang berpikir”. Tuhan senantiaa aktif berpikir tentang diri-Nya sendiri sekaligus menjadi obyek pemikiran.
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.
Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna. Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigma dinamis yang berkembang dalam komunitas masyarakat disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.




DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2002. Bina Rena Pariwara:Jakarta).

Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004.PT. Remaja Rosdakarya:Bandung)

Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy. Tafsir Tarbawiy. (2002. P3M STAIN: Ambon)

Al Qur’an dan Terjemahannya, hal, 80-81 cet: 2007.

Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional

Hasyim Syah Nasution. Filsafat Islam. (Bulan Bintang_____.______)
http://id.wiktionary.org/wiki/Tuhan.
Jamil Syaliba. Mu’jam al-Falsafiy. jilid II (Beirut: Dar al-kitab al-Lubnaniy, 1973),

Abdurrahman Mas’ud. Menggagas Format Pendidikan NonDikhotomik. (2002. Gama Media: Yogyakarta).



[1] Al Qur’an dan Terjemahannya, hal, 80-81 cet: 2007.
[2] Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal. 153.
[3] http://id.wiktionary.org/wiki/Tuhan.
[4] Ahmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2002. Bina Rena Pariwara:Jakarta). Hal 31
[5] Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (2006: PT. Remaja Rosdakarya. Bandung) hlm28.
[6] Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004.PT. Remaja Rosdakarya:Bandung) hal 28.
[7] Ahmad Mubarok. Op,cit Hal 31.
[8] Ibid,.
[9] Ibid,.hal 25
[10] Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy. Tafsir Tarbawiy. (2002. P3M STAIN: Ambon) hal 14.
[11] Ibid,
[12] Achmad Mubarok. Op, cit hal 35
[13] Ibid,
[14] Ibid,.hal 32
[15] Hasyim Syah Nasution. Filsafat Islam. (Bulan Bintang_____.______) hal 45-46
[16] Qs. AN-Nahl: 125 . juz 14. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Darusalam. Riyad. 2006). hal 383.
[18] Jamil Syaliba. Mu’jam al-Falsafiy. jilid II (Beirut: Dar al-kitab al-Lubnaniy, 1973), hlm. 45.
[19] Abdurrahman Mas’ud. Menggagas Format Pendidikan NonDikhotomik. (2002. Gama Media: Yogyakarta). Hal 45.
[20] Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy.op,.cit. hal 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NOVEL "JERUK MAKAN JERUK "

Pagi duniaku, Suasana pagi yang sejuk bagi seorang pemuda yang mencoba menjadi seorang pendidik di sebuah lembaga MTs dipedalaman desa...